Kultum: Potret Ulama Beramal di Bulan Ramadhan

Kultum Ramadhan

Kultum: Potret Ulama Beramal di Bulan Ramadhan

Pembukaan

 الـحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِيْنَ ، نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَعِيْنَ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ ، أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pada kesempatan kultum ini, kami hendak menyampaikan gambaran praktis dari orang-orang di masa terbaik Islam dalam menjalani bulan Ramadhan.

Mereka adadalah orang-orang yang paling kuat semangatnya dan teguh tekadnya dalam memanfaatkan musim amal di bulan Ramadhan dengan semaksimal mungkin. Tujuannya adalah sebagai motivasi bagi diri kita masing-masing untuk banyak beramal shalih dalam bulan yang penuh keutamaan ini.

Potret Ulama di Bulan Ramadhan

Mari kita lihat beberapa contoh keadaan sebagian ulama salaf di bulan Ramadhan sebagai berikut:

  1. Salaf dan Al-Quran di bulan Ramadhan

Sebagian ulama salaf ada yang mengkhatamkan al-Quran dalam shalat tarawih tiap tiga malam sekali. Sebagian lagi setiap tujuh malam sekali. Yang lainnya mengkhatamkannya setiap sepuluh malam sekali. Mereka selalu membaca al-Quran baik di dalam shalat atau di luar shalat.

Bahkan Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah mampu mengkhatamkan al-Quran sebanyak 60 kali di bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i bahwa beliau mengkhatamkan al-Quran di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali di luar yang beliau baca di dalam shalat.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman – murid Imam Syafi’i – berkata,”Asy-Syafi’i biasa mengkhatamkan al-Quran setiap bulan 30 kali. Sedangan di bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan al-Quran 60 kali khatam di luar apa yang beliau baca di dalam shalat.” [Shifatush Shafwah 2/255]

Memang terdapat larangan mengkhatamkan al-Quran kurang dari tiga hari. Namun Imam Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan bahwa larangan mengkhatamkan al-Quran kurang dari tiga hari itu hanyalah bila dilakukan secara terus menerus.

Adapun dalam waktu-waktu yang utama seperti bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam dicarinya lailatul qadar atau di tempat-tempat yang utama seperti Makkah bagi orang yang memasukinya selain penduduk setempat, maka dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Quran sebagai upaya memanfaatkan keutamaan waktu dan tempat.

Inilah pendapat Imam Ahmad dan Ishaq serta para imam yang lainnya dan perbuatan selain mereka menunjukkan hal itu.”

  1. Salaf dan Qiyam Ramadhan

Kemudian kita lihat bagaimana contoh salaf dalam menjalankan qiyam Ramadhan. Dari Dawud bin Al-Hushain dari Abdurrahman bin Hurmuz, ia berkata, ”Dahulu para penghafal Al-Quran membaca surat Al-Baqarah dalam delapan rakaat (saat tarawih).

Apabila para penghafal Quran itu membaca al-Baqarah dalam 12 rakaat, mereka berpandangan bahwa mereka telah diberi keringanan.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi]

Bila kita bandingkan dengan palaksanaan shalat tarawih kita saat ini memang sangat jauh. Surat al-Baqarah itu sekitar 2,5 juz, atau 50 halaman Quran. Kebanyakan tarawih hari ini kurang dari setengah juz atau 10 halaman untuk 8 rakaat. Bila ada yang satu juz untuk 8 rakaat sudah dianggap terlalu panjang.

As-Saib bin Yazid berkata, ”Di masa Umar bin Al-Khathab, orang-orang melaksanakan tarawih sebanyak 20 rakaat. Para imam membaca 200 ayat.

Sedangkan di masa Utsman bin ‘Affan, orang-orang sampai bersandar kepada tongkatnya saat shalat tarawih karena begitu lamanya.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi]

  1. Salaf dan kedermawanan di bulan Ramadhan

Sekarang kita lihat contoh kedermawanan salaf di bulan ramadhan. Secara umum mereka sangat gemar bersedekah. Namun di bulan Ramadhan kedermawanan mereka berlipat karena mengikuti Rasulullah ﷺ yang juga seperti itu.

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, anak dari Umar bin Al-Khathab, bila berpuasa maka dia tidak akan berbuka kecuali bersama dengan orang-orang miskin.

Bila ada orang yang minta-minta kepadanya saat itu, maka dia mengambil jatah makannya, lalu berdiri dan dia berikan secara langsung kepada orang yang meminta tersebut.

  1. Salaf dan beraneka taqarrub kepada Allah Ta’ala

Terkait berbagai taqarrub lainnya di bulan Ramadhan, para salaf adalah orang-orang yang mengambil bagian terbesar di setiap pintu kebaikan.

Dahulu para salaf merupakan orang-orang yang sangat memelihara puasanya dari berbagai hal yang sia-sia. Oleh karena itu, mereka suka berada di masjid untuk memelihara puasanya, menjauh dari banyak orang dan fokus beribadah.

Hal ini sebagaimana dipesankan oleh Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu kepada seorang Tabi’in bernama Thalq bin Uwais, ”Jika kamu sedang berpuasa maka peliharalah semaksimal kemampuanmu.”

Maka Thalq bin Uwais bila sedang berpuasa, dia menetap di dalam rumah dan tidak keluar kecuali untuk shalat. [Diriwyatkan oleh Ibnu Abi Syaibah]

Para salaf adalah orang-orang yang sangat keras upayanya untuk membuat waktunya produktif dan benar-benar memanfaatkan waktu malam dan siangnya. Salah seorang dari mereka lebih bakhil terhadap waktunya dari orang berharta terhadap hartanya.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Aku tidak pernah menyesali sesuatu sebagaimana penyesalanku tehadap hari yang di dalamnya matahari telah tenggelam, ajalku berkurang waktunya namun pada hari tersebut amalku tidak bertambah.”

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ”Menyia-nyiakan waktu itu lebih berat daripada kematian karena menyia-nyiakan waktu itu memutus anda dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutus anda dari dunia dan para penghuninya.”

Secara ringkas bisa dikatakan bahwa para salaf itu secara umum sangat menjaga diri dari segala hal yang bisa merusak puasa Ramadhan baik yang bersifat fisik maupun maknawi. Mereka melakukan apa saja yang Allah ridhai.

Mereka saling berlomba-lomba dalam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Mereka berlari dari kemaksiatan dan keburukan. Mereka menjaga puasanya dari segala hal yang membatalkannya.

Mereka saling berwasiat satu sama lain agar hari-hari saat mereka puasa jangan sampai sama saja dengan hari-hari saat mereka tidak berpuasa.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Jika kamu sedang berpuasa maka hendaklah pendengaran, penglihatan dan lisanmu juga berpuasa dari dusta dan berbagai perkara yang diharamkan. Janganlah menyakiti tetangga. Hendaklah kamu berlaku sopan dan tenang pada saat berpuasa dan jangan sampai hari saat berpuasa dan saat tidak berpuasa itu sama.”[1]

Penutup

Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita orang-orang yang mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ dan peri kehidupan para pendahulu umat ini dari kalangan sahabat nabi, Tabi’in dan para ulama yang mengikuti mereka dengan baik.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

وَبِاللهِ التَّوْفِيْقِ، وَصَلَّى اللهُ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

wa billahit taufiq wa shollallohu wa baaroka ‘alan nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.


[1] http://iswy.co/evnat

Leave a Comment