Kultum: Ramadhan Tamu Agung Jangan Disia-Siakan

Kultum Ramadhan

Kultum: Ramadhan Tamu Agung Jangan Disia-Siakan

Pembukaan

الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُولِهِ الْـمُصْطَفَى، وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى، أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pada kesempatan ceramah singkat ini, kami hendak mengulas tentang bulan Ramadhan, bulan paling istimewa dari semua bulan yang ada.

Bulan yang datang setahun sekali, seperti tamu agung yang mengunjungi kita dengan membawa banyak kabar gembira dan segala yang bermanfaat buat diri kita dan keluarga kita setelah sekian lama tak berjumpa.

Bulan Ramadhan Adalah Tamu yang Sangat Agung dan Mulia

Jika salah satu dari kita diberitahu tentang kedatangan tamu yang murah hati, dan kunjungan seorang tokoh penting yang menyebabkan ruang tunggu VIP di bandara dibuka khusus untuknya, mereka turun di ruangan paling mewah di hotel terbaik, diiringi oleh para pengawal, pembantu dan rombongan, kita pasti akan mempersiapkan diri secara moral dan material untuk menerima orang yang mulia ini , dengan cara yang sesuai dengan kedudukan dan pangkatnya yang tinggi, dan kita akan mencurahkan semua upaya kita untuk menghormatinya dan memperhatikannya.

Sesungguhnya kedudukan Ramadhan melampaui semua kedudukan pada zaman kita saat ini. Ramadhan merupakan tamu yang telah mencapai tingkatan paling tinggi, meraih penghargaan dan prestasi puncak, karena ia merupakan bulan yang Allah telah mengkhususkannya dengan menurunkan wahyu-Nya ‘Azza wa jalla di bulan ini.

Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu dan di bulan ini pula banyak orang yang dibebaskan dari api neraka.

Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari ibadah selama 83 tahun lebih. Siapa saja yang terhalang dari pahalanya, maka dia benar-benar telah terhalang dari pahala yang sangat besar, sebagaimana telah diberitakan oleh Rasul kita yang mulia ﷺ

Dua Tipe Penyambut Tamu

Orang yang menyambut dan menerima tamu agung, bulan Ramadhan, pada dasarnya ada dua jenis atau tipe:

  1. Pertama, orang yang menyambut dengan sangat baik, santun, sopan kepadanya, menyambutnya dengan antusias dan hangat. Dia memuliakannya sesuai dengan kedudukannya sehingga hati sang tamu yang mulia ini menjadi gembira dan dadanya menjadi sejuk.

Maka tamu tersebut memberikan balasan kepada tuan rumah dengan balasan yang besar dan memberinya hadiah yang banyak serta nikmat, hadiah dan anugerah yang melimpah ruah, yang membuat matanya menjadi sejuk dan dadanya menjadi lapang.

  1. Tipe kedua, orang yang menyambut Ramadhan secara dingin dan tanpa ada rasa antusias, dengan wajah cemberut dan dada sesak.

Dia menganggap Ramadhan sebagai tamu yang sangat membebani. Ia datang untuk membelenggu kebebasannya dan mengekang syahwatnya.

Maka dia mengabaikannya dan sibuk dengan berbagai perkara rendah dan sepele. Ia menempatkannya pada posisi dan kedudukan yang tidak layak bagi tamu yang agung ini.

Dia tidak berusaha keras untuk menghormatinya dan bersikap baik padanya. Akhirnya sang tamu itu keluar darinya dengan marah dan murka. Dia tidak memperoleh berbagai hadiah berharga dan anugerah yang mahal.

Sangat mungkin dia justru akan mendapatkan kesengsaraan dan kerugian jika Allah ‘Azza wa Jalla tidak memberinya rahmat dan pengampunan.

Tipe pertama sangat bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan. Ia menghidupkan siang dan malamnya dengan berbagai ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah.

Ketaatan itu bisa berupa shalat, dzikir, membaca al-Quran, I’tikaf, sedekah, berbakti kepada orang tua, silaturrahim, memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa dan berbagai amal kebaikan lainnya.

Ia memanfaatkan setiap waktunya dengan bertaqarrub kepada Allah karena mengharap ridha Allah semata. Maka, dia layak untuk mendapatkan derajat yang tinggi dan kebaikan yang berlipat ganda. Dia memperoleh ijazah terbesar yaitu dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Adapun tipe kedua, ia suka menyia-nyiakan waktu di bulan Ramadhan yang sangat berharga dengan tidur, bermalas-malasan, melakukan hal yang sia-sia, bermain-main, ngobrol kosong di malam hari, makan, minum, menyepelekan berbagai kewajiban, mengabaikan yang sunah, serta suka bermaksiat tanpa mempertimbangkan kehormatan dan kedudukan bulan Ramadhan.

Akhirnya dia tidak mendapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus bahkan layak mendapatkan kerugian. Dia kembali dengan kemurkaan Allah Yang Maha Penyayang karena dia telah menyia-nyiakan kesempatan berharga yang terkadang tidak akan mendapatkan gantinya untuk selama-lamanya.[i]

Sekarang kita evaluasi diri kita masing-masing. Bagaimana sikap kita selama ini terhadap tamu yang mulia ini. Bila kita selama ini sudah memperlakukan tamu agung ini secara layak dan sebagaimana mestinya, maka tugas kita adalah mempertahankan sikap tersebut dan semakin menyempurnakannya.

Namun bila kita selama ini kurang baik dalam memperlakukan sang tamu agung ini, bahkan cenderung suka menyia-nyiakan dan mengabaikannya, maka sudah saatnya kita bertaubat dan merubah perilaku buruk tersebut.

Pintu taubat senantiasa terbuka selama nyawa belum sampai di tenggorokan dan selama matahari belum terbit dari tempat terbenamnya. Masa lalu yang buruk bisa dihapus dengan kesungguhan yang jujur dan tulus di sisa umur seseorang.

Penutup

Semoga Allah Ta’ala memberi hidayah dan taufik kepada kita semuanya sehingga kita bisa memuliakan tamu yang agung dan penuh berkah ini sebagaimana mestinya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

وَبِاللهِ التَّوْفِيْقِ، وَصَلَّى اللهُ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

wa billahit taufiq wa shollallohu wa baaroka ‘alan nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.


[i] https://www.alukah.net/sharia/0/134345/

Leave a Comment