Kultum: Mengenal Tingkatan Takwa

Kultum Takwa

Kultum: Mengenal Tingkatan Takwa

Pembukaan

الـحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهَ ، أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, pada kesempatan yang diberkahi ini, kami hendak menyampaikan ceramah singkat tentang masalah takwa, persoalan terpenting dalam kehidupan kita.

Namun, tidak semua bagian yang hendak dibahas mengingat waktu yang terbatas. Fokus pembahasan adalah tentang tingkatan takwa.

3 Tingkatan Takwa

Takwa itu tidak berada pada satu tingkatan atau level. Namun ada beberapa tingkatan. Menurut Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, takwa ada tiga tingkatan:

  1. Tingkatan pertama, menjaga diri dari perbuatan yang menyebabkan pelakunya akan kekal di neraka yaitu kemusyrikan dan kekufuran.

Caranya adalah dengan mengikuti tauhid dan kalimat tauhid. Inilah maksud firman Allah Ta’ala,

وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَىٰ

Dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa. [al-Fath: 26]

Orang-orang pada tingkatan pertama ini adalah orang yang bertauhid, beriman kepada pada rasul, melaksanakan rukun Islam dan iman, akan tetapi mereka tidak memelihara diri dari api neraka secara keseluruhan sehingga lalai terhadap yang wajib dan melakukan yang haram.

Orang- orang muslim pada tingkatan ini berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, Allah akan memaafkan mereka dan bila Allah menghendaki Allah akan menyiksanya sesuai perbuatannya. Lalu mereka akan dikeluarkan dari neraka suatu saat nanti.

  1. Tingkatan kedua, memelihara diri dari segala sebab terkena siksa neraka walaupun berupa melakukan dosa besar atau kecil dalam waktu yang sangat singkat.

Sebagian orang memelihara diri dari kekafiran dan dosa-dosa besar serta melakukan amalan ketaatan dan berbagai kewajiban. Namun, dia tidak menjauhi dosa-dosa kecil dan tidak pula memperbanyak amalan sunnah. Orang semacam ini lebih dekat dengan keselamatan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). [An-nisa: 31]

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Shalat lima waktu, shalat Jumat ke Jumat yang berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan yang berikutnya, menghapus dosa-dosa di antara waktu-waktu tersebut apabila dosa-dosa besar dijauhi.” [Hadits riwayat Muslim no. 233]

Namun seorang muslim tidak boleh meremehkan dosa-dosa kecil, karena terus menerus melakukan dosa kecil akan berakibat fatal kepada pelakunya.

Ini sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,”Jauhilah dosa-dosa kecil. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu akan berhimpun pada seseorang sehingga akan membinasakannya.”

Lalu Rasulullah ﷺ memberikan permisalan.”Sebagai permisalan adalah sekelompok orang yang pergi ke suatu lembah. Lalu muncullah seseorang dari kaum tersebut, dia berangkat lalu kembali dengan membawa ranting kering.

Lalu yang lain juga membawa ranting hingga terkumpul dalam jumah besar. Kemudian mereka menyalakan api dan mereka mematangkan apa pun yang mereka masukkan ke dalam api tersebut.” [Hadits riwayat Ahmad no. 22302]

  1. Tingkatan ketiga, seorang hamba membersihkan dirinya dari apa saja yang menyibukkan dirinya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun hal itu perkara mubah yang membuat dirinya sibuk dari berjalan menuju Allah atau menghambat perjalanannya.

Inilah tingkatan tertinggi, tingkatan sempurna. Sesungguhnya sibuk dengan perkara-perkara mubah itu akan menjadikan hati berpaling dari Allah ‘Azza wa Jalla dan terkadang bisa menyebabkan kerasnya hati.

Pada gilirannya akan menjerumuskan ke dalam perbuatan-perbuatan yang makruh. Perkara-parkara yang makruh itu akan menjerumuskan kepada hal-hal yang diharamkan. Hubungan berantai seperti ini dikenal oleh setiap individu pada dirinya sendiri dalam banyak kesempatan.

Seorang hamba tidak akan sampai pada tingkatan orang-orang yang bertakwa sampai dia meninggalkan sebagian perkara yang mubah karena khawatir akan terjerumus kepada hal yang terlarang.

Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata,”Kesempurnaan takwa adalah bila seorang hamba bertakwa kepada Allah sampai (pada keadaan) dia bertakwa kepada Allah dalam hal-hal yang sangat kecil, sampai dia meninggalkan sebagian perkara yang dia pandang sebagai perkara halal karena khawatir bisa menjadi haram.” [Az-Zuhd karya Ibnu Mubarak: 1/19]

Hal ini bukan berarti meninggalkan perkara yang halal, akan tetapi bersikap waspada terhadap perkara mubah yang bisa menjerumuskan ke dalam hal yang haram. Inilah yang disebut dengan wara’.[i]

Tabiat Jalan Menuju Takwa

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Setelah kita ketahui tingkatan-tingkatan takwa, sekarang persoalannya tergantung kepada tekad, kesungguhan dan kesabaran kita masing-masing dalam menapaki masing-masing tingkatan tersebut.

Semua ada harganya. Semua menuntut adanya pengorbanan yang besar. Kalau di dunia saja seseorang ingin hidup nyaman, makmur dan sejahtera harus berjuang keras, mencurahkan waktu tenaga dan pikirannya untuk mewujudkannya.

Padahal dunia ini seluruhnya nilainya di sisi Allah tidak lebih dari sayap seekor nyamuk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,”Seandainya dunia ini sama nilainya dengan sayap nyamuk di sisi Allah, niscaya Allah tidak akan memberikan kepada orang kafir air minum dari dunia ini walaupun hanya seteguk saja.”

[Hadits riwayat At-Tirmidzi. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih di dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2320

Lantas bagaimana halnya bila kita hendak meraih ketinggian derajat dan segala fasilitas super mewah di surga Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Tentu pengorbanannya lebih besar. Untuk itu, marilah kita senantiasa mengingat pesan Rasulullah ﷺ bahwa tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Kita tidak boleh salah fokus.

Mencurahkan segala daya untuk sesuatu yang fana dan mengabaikan yang kekal abadi adalah kerugian besar dan kegagalan nyata dalam kehidupan. Wal ‘iadzu billah. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kita kepada apa saja yang Allah cintai dan ridhai.

أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين


[i] At-Taqwa, Syaikh Muhammad al Munajjid, hal. 21-26.

Kultum Tema Takwa Lainnya

Makna Urgensi Perintah

Leave a Comment